Rabu, 11 Januari 2012

antara cinta, cita, dan cerita

sekarang 12 januari 2012 di pagi hari tepat sekali pukul 00.00 WIB di sebuah ruangan nyaman tempat bekerja sahabat di Bandung utara.

Tulisan ini dimulai dengan sebuah kisah....
Tepatnya sekitar akhir bulan di tahun kemarin terucap kata yang sebenarnya adalah kata yang tidak usah diutarakan pada seorang dara, tetapi tidak akan ada tulisan ini jika memang waktu itu tidak ada kata yang terucap.

Antara cinta, cita dan cerita.
Ada korelasi diketiga kata yang menjadi topik utama tulisan ini, akan saya ungkapkan semuanya.

Bagian pertama : Cinta

Tepatnya sekitar tahun 2006 saya melihat dia, dibawah hamburan daun daun kering jatuh dan sebuah lapangan dengan senyumnya yang naif dia mewarnai imaji ketika itu. Semuanya berwarna dan beralaskan suka di sudut pandang saya sebagai penikmat, tapi tidak ternyata darinya, saya hanya seorang alien yang gerak geriknya tidak terlihat bahkan nyaris tak berbentuk. Tahun tahun berlalu saya simpan rasa untuknya di dalam space yg tidak dapat dibangunkan hanya jika saya ingin pada nantinya, masa berlalu dan cinta cinta lain yang saya lumrahkan sebagai seorang manusia terus berlalu, wanita wanita berlalu satu persatu menandakan perjalanan saya tidak hanya berhenti sampai di satu titik buram yang tak jelas arahnya.
Rasanya tidak pernah saya bayangkan bahwa saya sudah menyimpan rasa sedari dulu, namun memang tidak dihiraukan inilah yang menjadi bumerang bagi saya. Tak bisa diingat bahwa berapa kali saya memperhatikan dia tanpa sadar dan terus menerus melihat perkembangan yang ada, hingga akhirnya saya tahu bahwa dia memang sudah tak lagi berdua.
Mungkin karena hanya diwaktu yang sama sama kosong maka dari itu saya mulai menebarkan fokus saya padanya dan inginnya berharap untuk dibangkitkan rasa yang saya simpan selama ini. Komunikasi mulai dibangun, gelak tawa mulai dihidupkan, raut senyumnya mulai ditangkap lensa buatan Tuhan untuk disimpan di space memori kehidupan dalam otak, nada dan intonasinya berbicara, dan tentunya matanya yang saya suka turut hadir menemani perjalanan saya baginya. Saya taruhkan rasa ini menjadi sebuah cinta pada perdagangan resiko perasaan yang riuh dengan suara dengung sakit. Saya memang bodoh tatkala menutup telinga dan mata saat ternyata keadaan dari awal tak memungkinkan untuk dijalani, tapi bagaimana lagi sudah saya taruhkan dimeja dimana suatu saat akan dijatuhkan sanksi.
Dia sangka adalah tiba tiba, tapi tak mengapa buat saya cinta ini tidak datang dengan tergesa gesa.

Bagian kedua : Cita

Saya hanyalah manusia dengan segala keterbatasan yang nyata, dimana sesaat dipertaruhkan maka akan muncul cita untuk sebuah keterangan yang merujuk pada kebahagian. Tak banyak saya agungkan cita, karena memang tak bisa dijadikan sebuah berhala untuk disembah dan terus disiram agar tetap berkembang. Cukup tulisan tentang cita habis disini.

Bagian terakhir : Cerita

Dia tetap pada imajinya bahwa cinta saya adalah jamak dan dapat diperbuas kepada siapapun dengan segera. Dan siapapun yang melihat akan langsung berkonspirasi untuk sebuah afirmasi dari argumen ini dan saya tidak akan menyangkal.
Namun pembelaan saya adalah hanya segelintir orang yang tahu apa yang ada dibalik semuanya, tidak teman sekelas, tidak teman bermain, bahkan tidak dari kamu.
Perjalanan saya kali ini ternyata mendapatkan akhirnya...
Cinta saya kini harus berhenti untuk waktu yang tidak disebutkan jatuh temponya. Pertaruhan saya akan cinta sudah ditangguhkan jatuh di persidangan perdagangan rasa.
Cita yang sudah tak dapat lagi diukir, sudah hilang seketika ketika cinta juga sirna.
Dan semua hal ini saya jadikan cerita yang menurut saya tidak akan dikategorikan bahagia karena memang tidak bahagia dan tidak dikategorikan sedih karena buat saya semuanya hanya kebodohan logika saya saja.

Antara cinta, cita dan cerita semuanya sudah saya catatkan. Saya tidak berharap siapapun melihat tulisan ini, karena tidak akan ada yang tahu dan memperhatikan semuanya.
Saya tidak sentimentil, tapi memang saya hanya ingin menulis ini sebagai bentuk penghormatan bagi rasa saya yang kalah berjuang akibat kebodohan tirani yang terus dipaksakan.


terima kasih kamu.